Senin, 12 Januari 2009








BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Reproduksi merupakan naluri setiap organisme untuk beranak-pinak. Ciri setiap individu mahluk, ialah umurnya terbatas, dan pada suatu ketika dan akan jadi jompo dan mati. Karena itu perlu dibina angkatan baru menggantikan yang pada mati. Kalau tidak ada pergantian generasi, populasi suatu spesies akan susut lalu bisa mati. Untuk reproduksi perlu ada perkawinan, setelah kawin terbentuk anak. Anak tumbuh jadi dewasa. Dalam tingkat dewasa inilah setiap mahluk mampu bereproduksi lago untuk membina angkatan baru. Setelah itu akan jadi tua, lalu mati. Dengan demikian terjadi daur kehidupan.

Dalam daur kehidupan tidak luput dari hubungan Embryologi, yang merupakan ilmu tentang embryo. Embryo atau mudigah ialah mahluk yang sedang dalam tingkat tumbuh dalam kandungan. Kandungan tersebut berada dalam tubuh induk (dalam rahim) atau di luar tubuh induk (dalam telur). Tumbuh merupakan perubahan dari bentuk sederhana dan muda sampai jadi bentuk kompleks dan dewasa. Mahluk asalnya terdiri dari satu sel dan hidupnya tergantung kepada parent menjadi mahluk yang terdiri dari banyak sel yang tersusun atas berbagai jaringan dan alat yang kompleks, dan yang dapat berdiri sendiri dan sanggup bereproduksi.

Dalam tahapan embryologi selalu sejalan dengan perkembangan oraganogenesis, salah satunya adalah perkembangan organ-organ anggota tubuh. Perkembangan ini selalu dipengaruhi oleh beberapa faktor terpenting. Faktor ini bisa saja membantu dan bahkan bisa menjadi penghambat dalam perkermbangan organ anggota tubuh tersebut, di antaranya faktor genetik, lingkungan dan faktor fisik pada rahim. Beberapa faktor ini perlu diperhatikan, karena faktor-faktor ini berhubungan langsung terhadap pertumbuhan dan perkembangan organ-organ anggota tubuh yaitu dalam proses perkembangan embryo di dalam rahim.

Kurangnya perhatian sewaktu ibu hamil terhadap faktor-faktor tersebut, dapat menimbulkan kelainan pada janin yang akan menjadi cacat atau kelainan bawaan sampai lahir. Pengetahuan masyarkat secara umum mengenai pengaruh teratogen terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin masih sangat terbatas, hal ini dikarenakan masyrakat belum memahami dampak dari faktor-faktor yang mempengaruhi perumbuhan dan perkembangan janin dimasa embryo, salah satunya kelainan bawaan pada kelebihan pertumbuhan jari tangan atau Polydactyly.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, guna mendapatkan gambaran tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kelainan bawaan pada kelebihan pertumbuhan jari tangan atau Polydactyly, maka dilakukan studi kasus terkait permasalahan ini melalui observasi dan pengamatan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka, yang menjadi permasalahan dalam makalah ini yaitu: Faktor apakah yang memepengaruhi terjadinya kelebihan pertumbuhan jari tangan (Polydactyly) pada masa pembentukan anggota tubuh manusia di dalam janin?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dalam makalah ini yaitu untuk mengetahui Faktor yang memepengaruhi terjadinya kelebihan pertumbuhan jari tangan (Polydactyly) pada masa pembentukan anggota tubuh manusia di dalam janin?

1.4 Manfaat

Dari makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

  1. Makalah ini diharapkan menjadi salah satu bahan informasi bagi masyarakat secara umum tentang Teratologi yaitu berupa anomali pertumbuhan dan perkembangan pada manusia.
  2. Dapat memberikan imformasi ilmiah dibidang kedokteran dan instansi terkait tentang pengaruh teratogen terhadap cacat bawaan berupa kelainan kelebihan pertumbuhan Polydactyly pada manusia.
  3. Sebagai bahan masukan untuk mata kuliah Perkembangan Hewan dan mata kuliah Genetika terkait tentang Teratologi/Teratogen dalam pertumbuhan dan perkembangan pada manusia.
  4. Sebagai sumber informasi bagi mahasiswa Jurusan Pendidikan Biologi untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Pertumbuhan & Perkembangan Pada Manusia

Tahap awal perkembangan manusia diawali dengan peristiwa pertemuan/peleburan sel sperma dengan sel ovum yang dikenal dengan peristiwa Fertilisasi. Fertilisasi akan menghasilkan sel individu baru yang disebut dengan zygote dan akan melakukan pembelahan diri/pembelahan sel (cleavage) menuju pertumbuhan dan perkembangan menjadi embrio. Tahapan pertumbuhan dan perkembangan embrio dibedakan menjadi 2 tahap yaitu :

  1. Fase Embrionik yaitu fase pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup selama masa embrio yang diawali dengan peristiwa fertilisasi sampai dengan terbentuknya janin di dalam tubuh induk betina.
  2. Fase fertilisasi adalah pertemuan antara sel sperma dengan sel ovum dan akan menghasilkan zygote. Zygote akan melakukan pembelahan sel (cleavage).

Tahapan fase embrionik yaitu :

a. Morula

Ø Morula adalah suatu bentukan sel sperti bola (bulat) akibat pembelahan sel terus menerus. Keberadaan antara satu dengan sel yang lain adalah rapat.

Ø Morulasi yaitu proses terbentuknya morula

b. Blastula

Ø Blastula adalah bentukan lanjutan dari morula yang terus mengalami pembelahan.

Ø Bentuk blastula ditandai dengan mulai adanya perubahan sel dengan mengadakan pelekukan yang tidak beraturan.

Ø Di dalam blastula terdapat cairan sel yang disebut dengan Blastosoel.

Ø Blastulasi yaitu proses terbentuknya blastula.

c. Gastrula

Ø Gastrula adalah bentukan lanjutan dari blastula yang pelekukan tubuhnya sudah semakin nyata dan mempunyai lapisan dinding tubuh embrio serta rongga tubuh.

Ø Gastrula pada beberapa hewan tertentu, seperti hewan tingkat rendah dan hewan tingkat tinggi, berbeda dalam hal jumlah lapisan dinding tubuh embrionya.

Ø Triploblastik yaitu hewan yang mempunyai 3 lapisan dinding tubuh embrio, berupa ektoderm, mesoderm dan endoderm. Hal ini dimiliki oleh hewan tingkat tinggi seperti Vermes, Mollusca, Arthropoda, Echinodermata dan semua Vertebrata.

Ø Diploblastik yaitu hewan yang mempunyai 2 lapisan dinding tubuh embrio, berupa ektoderm dan endoderm. Dimiliki oleh hewan tingkat rendah seperti Porifera dan Coelenterata.

Ø Gastrulasi yaitu proses pembentukan gastrula.

2.2 Organogenesis

Organogenesis yaitu proses pembentukan organ-organ tubuh pada makhluk hidup (hewan dan manusia). Organ yang dibentuk ini berasal dari masing-masing lapisan dinding tubuh embrio pada fase gastrula, contohnya:

  1. Lapisan Ektoderm akan berdiferensiasi menjadi cor (jantung), otak (sistem saraf), integumen (kulit), rambut dan alat indera.
  2. Lapisan Mesoderm akan berdiferensiasi menjadi otot, rangka (tulang/osteon), alat reproduksi (testis dan ovarium), alat peredaran darah dan alat ekskresi seperti ren.
  3. Lapisan Endoderm akan berdiferensiasi menjadi alat pencernaan, kelenjar pencernaan, dan alat respirasi seperti pulmo.

Imbas embrionik yaitu pengaruh dua lapisan dinding tubuh embrio dalam pembentukan satu organ tubuh pada makhluk hidup. Contohnya lapisan mesoderm dengan lapisan ektoderm yang keduanya mempengaruhi dalam pembentukan kelopak mata.

Pertumbuhan dan perkembangan manusia

Setelah peristiwa fertilisasi, zygote akan berkembang menjadi embrio yang sempurna dan embrio akan tertanam pada dinding uterus ibu. Hal ini terjadi masa 6 – 12 hari setelah proses fertilisasi. Sel-sel embrio yang sedang tumbuh mulai memproduksi hormon yang disebut dengan hCG atau human chorionic gonadotropin, yaitu bahan yang terdeteksi oleh kebanyakan tes kehamilan.

HCG membuat hormon keibuan untuk mengganggu siklus menstruasi normal, membuat proses kehamilan jadi berlanjut.

Janin akan mendapatkan nutrisi melalui plasenta/ari-ari. Embrio dilindungi oleh selaput-selaput yaitu :

1. Amnion yaitu selaput yang berhubungan langsung dengan embrio dan menghasilkan cairan ketuban. Berfungsi untuk melindungi embrio dari guncangan.

2. Korion yaitu selaput yang terdapat diluar amnion dan membentuk jonjot yang menghubungkan dengan dinding utama uterus. Bagian dalamnya terdapat pembuluh darah.

3. Alantois yaitu selaput terdapat di tali pusat dengan jaringan epithel menghilang dan pembuluh darah tetap. Berfungsi sebagai pengatur sirkulasi embrio dengan plasenta, mengangkut sari makanan dan O2, termasuk zat sisa dan CO2.

4. Sacus vitelinus yaitu selaput yang terletak diantara plasenta dan amnion. Merupakan tempat munculnya pembuluhdarah yang pertama.

Tahapan perkembangan pada masa embrio

1. Bulan pertama : Sudah terbentuk organ-organ tubuh yang penting seperti jantung yang berbentuk pipa, sistem saraf pusat (otak yang berupa gumpalan darah) serta kulit. Embrio berukuran 0,6 cm.

2. Bulan kedua : Tangan dan kaki sudah terbentuk, alat kelamin bagian dalam, tulang rawan (cartilago). Embrio berukuran 4 cm.

3. Bulan ketiga : Seluruh organ tubuh sudah lengkap terbentuk, termasuk organ kelamin luar. Panjang embrio mencapai 7 cm dengan berat 20 gram.

4. Bulan keempat : Sudah disebut dengan janin dan janin mulai bergerak aktif. Janin mencapai berat 100 gram dengan panjang 14 cm.

5. Bulan kelima : Janin akan lebih aktif bergerak, dapat memberikan respon terhadap suara keras dan menendang. Alat kelamin janin sudah lebih nyata dan akan terlihat bila dilakukan USG (Ultra Sonographi).

6. Bulan keenam : Janin sudah dapat bergerak lebih bebas dengan memutarkan badan (posisi)

7. Bulan ketujuh : Janin bergerak dengan posisi kepala ke arah liang vagina.

8. Bulan kedelapan : Janin semakin aktif bergerak dan menendang. Berat dan panjang janin semakin bertambah, seperti panjang 35-40 cm dan berat 2500 – 3000 gram.

9. Bulan kesembilan : Posisi kepala janin sudah menghadap liang vagina. Bayi siap untuk dilahirkan.

Fase Pasca Embrionik yaitu fase pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup setelah masa embrio, terutama penyempurnaan alat-alat reproduksi setelah dilahirkan. Pada fase ini pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi biasanya hanya peningkatan ukuran bagian-bagian tubuh dari makhluk hidup. Kecepatan pertumbuhan dari masing-masing makhluk hidup berbeda-beda satu dengan yang lain. Setelah lahir disebut dengan nama bayi dan memasuki masa neonatal. Fase ini memiliki beberapa tahap yaitu :

a. Bayi dengan usia 1 – 12 bulan.

b. Balita, dibagi lagi menjadi 2 yaitu batita dengan usia 1-3 tahun dan balita 3-5 tahun.

c. Anak-anak dengan usia 6 – 12 tahun

d. Remaja dengan usia 13 – 17 tahun (Pertumbuhan dan perkembangan pada masa ini disebut adolesens/akil balig).

e. Dewasa dengan usia 18 – 50 tahun

f. Manula dengan usia diatas 50 tahun

2.3 Teratologi / Teratogen

Teratologi adalah bidang ilmu yang mempelajari anomali pertumbuhan dan perkembangan tentang pertumbuhan struktural yang abnormal luar biasa. Oleh pertumbuhan abnormal luar biasa itu lahir bayi atau digugurkan janin yang cacat. Bayi yang lahir cacat hebat itu disebut monster, misalkan kembar dempet yang pertautannya parah sekali disebut monster duplex.

Pada orang setiap 50 kelahiran hidup rata-rata 1 yang cacat, sedangkan yang digugurkan perbandingan itu jauh lebih tinggi. Perbandingan bervariasi sesuai dengan jenis cacat, contohnya:

Jenis Cacat

Frekuensi

Lobang antara vantrium

1:5

Cryptorchidisme

1:300

Sumbing dan langit-langit celah

1:1.000

Albino

1:20.000

Hemophilia

1:50.000

Tak ada anggota

1:500.000

Melihat kepada bagian tubuh yang kena, persentage keseringan cacat ialah:

  1. SSP (susunan saraf pusat) 60%
  2. Saluran pencernaan 15%
  3. Kardiovaskular 10%
  4. Otot dan kulit 10%
  5. Alat lain 5%

Cacat yang sering juga ditemukan ialah seperti: sirenomelus (anggota sepertikan ikan duyun, anggota belakang tidak ada dan anggota depan pendek), phocomelia (anggota seperti anjing laut, tangan dan kaki seperti sirip untuk mendayung), polydactyly (berjari 6), sindactyly (berjari 4) jari buntung, tak berjari kaki dan tangan, ada ekor, dwarfisme (kerdil), cretinisme (cebol), dan gigantisme (raksasa).

Kejadian cacat ini terjadi karena beberapa hal, diantaranya sebagai berikut:

  1. Gangguan pertumbuhan kuncup suatu alat (agenesis)
  2. Terhenti pertumbuhan di tengah jalan
  3. Kelebihan pertumbuhan
  4. Salah arah differensiasi

Agenesis atau terganggunya pertumbuhan suatu kuncup alat, menyebabkan adanya janin yang tak berginjal, tak ada anggota, tak ada pigment (albino), dan sebagainya. Kalau pertumbuhan terhenti di tengah jalan, terjadi janin cacat seperti sumbing atau dengan langit-langit celah, uterus duplex, dwarfisme, hernia. Kalau kelebihan pertumbuhan contohnya gigantisme, polydactyly, dan kembar. Sedangkan yang salah arah differensiasi menimbulkan tumor, achondroplasia, mongolisme, teratoma, dan lain-lain.

Secara natural cacat itu sulit dipastikan apa penyebabnya yang khusus. Mungkin sekali gabungan atau kerja sama berbagai faktor genetis dan lingkungan. Secara experimentil dapat dibuat cacat, dengan mempergunakan salah satu teratogen (penyebab teratogenesis) dan mengontrol faktor yang lainnya. Teratogen bekerja melalui beberapa proses yaitu sebagai berikut:

  1. Mengubah kecepatan proliferasi sel
  2. Menghalangi sintesa enzim
  3. Mengubah permukaan sel sehingga agregasi tak benar.
  4. Mengubah matrikx, yang mengganggu perpindahan sel-sel
  5. Merusak organizer atau daya kompotensi sel berspons

2.4 Faktor Teratogen

Faktor yang menyebabkan cacat ada 3 kelompok yaitu:

  1. Faktor genetis

a. Mutasi, yakni perubahan pada susunan nukleotida gen (ADN). Mutasi menimbulkan alel cacat, yang mungkin dominan, kodominan atau resesif. Ada alel cacat itu yang rangkai kelamin artinya diturunkan bersama-sama dengan karakter jenis kelamin. Contoh cacat karena mutasi: polydactyly, syndactyly, hemophilia, muscular dystrophy, dan albino.

b. Aberasi, yakni perubahan pada susunan kromosom. Ada perubahan pada ploidy, yakni dari diploid menjadi triploid, tetrapolid dan seterusnya. Pada manusia tak dikenal susunan kromosomganda begini. Ada pula perubahan pada jumlah salah satu kromosom, seperti dari 2N menjadi 2N-1, 2N+1, 2N-2, 2N+2, dan seterusnya. Contoh CACAT kareba aberasi pada manusia: berbagai macam penyakit turunan sindroma, seperti Sindroma Down, Turner, Patau, Klinefelter, dan Edward. Banyak diantara CACAT ini yang demikian parah, sehingga dapat bertahan hidup beberapa hari estela lahir.

  1. Faktor fisik pada rahim

Di dalam rahim, bayi terendam oleh cairan ketuban yang juga merupakan pelindung terhadap cedera. Jumlah cairan ketuban yang abnormal bisa menyebabkan atau menunjukkan adanya kelainan bawaan. Cairan ketuban yang terlalu sedikit bisa mempengaruhi pertumbuhan paru-paru dan anggota gerak tubuh atau bisa menunjukkan adanya kelainan ginjal yang memperlambat proses pembentukan air kemih. Penimbunan cairan ketuban terjadi jika janin mengalami gangguan menelan, yang bisa disebabkan oleh kelainan otak yang berat (misalnya anensefalus atau atresia esofagus).

  1. Faktor lingkungan

v Infeksi pada ibu hamil juga bisa merupakan teratogen. Beberapa infeksi selama kehamilan yang dapat menyebabkan sejumlah kelainan bawaan:

    1. Sindroma rubella kongenital ditandai dengan gangguan penglihatan atau pendengaran, kelainan jantung, keterbelakangan mental dan cerebral palsy.
    2. Infeksi toksoplasmosis pada ibu hamil bisa menyebabkan infeksi mata yang bisa berakibat fatal, gangguan pendengaran, ketidakmampuan belajar, pembesaran hati atau limpa, keterbelakangan mental dan cerebral palsy.
    3. Infeksi virus herpes genitalis pada ibu hamil, jika ditularkan kepada bayinya sebelum atau selama proses persalinan berlangsung, bisa menyebabkan kerusakan otak, cerebral palsy, gangguan penglihatan atau pendengaran serta kematian bayi.
    4. Penyakit ke-5 bisa menyebabkan sejenis anemia yang berbahaya, gagal jantung dan kematian janin
    5. Sindroma varicella kongenital disebabkan oleh cacar air dan bisa menyebabkan terbentuknya jaringan parut pada otot dan tulang, kelainan bentuk dan kelumpuhan pada anggota gerak, kepala yang berukuran lebih kecil dari normal, kebutaan, kejang dan keterbelakangan mental.

v Radiasi obat tertentu dan racun merupakan teratogen. Secara umum, seorang wanita hamil sebaiknya:

a. Mengkonsultasikan dengan dokternya setiap obat yang dia minum

b. Berhenti merokok

c. Tidak mengkonsumsi alkohol

d. Tidak menjalani pemeriksaan rontgen kecuali jika sangat mendesak.

v Gizi:
Menjaga kesehatan janin tidak hanya dilakukan dengan menghindari teratogen, tetapi juga dengan mengkonsumsi gizi yang baik. Salah satu zat yang penting untuk pertumbuhan janin adalah asam folat. Kekurangan asam folat bisa meningkatkan resiko terjadinya spina bifidatabung saraf lainnya. Karena spina bifida bisa terjadi sebelum seorang wanita menyadari bahwa dia hamil, maka setiap wanita usia subur sebaiknya mengkonsumsi asam folat minimal sebanyak 400 mikrogram/hari. Ibu yang hamil harus menjaga dari difiensi vitamin atau hormon, hal ini apabila tidak dapat diperhatikan dengan baik dapat menimbulkan cacat pada janin yang sedang dikandung. Contohnya:

Defisiensi

Cacat

Vitamin A

Mata

Vitamin B comp. C,D

Tulang/rangka

Tiroxin

cretinisme

Somatotropin

Dwarfisme

v Radiasi sinar-X

Ibu hamil yang diradiasi sinar-X (untuk terapi atau diagnosa), ada yangh melahirkan bayi cacat pada otak. Mineral radioaktif tanah sekeliling berhubungan erat dengan lahir cacat bayi di daerah bersangkutan.

v Emosi

Sumbing dan langit-langit celah, kalau terjadi pada minggu ke-7 sampai 10 kehamilan orang, dapat disebabkan emosi ibu. Emosi itu mungkin lewat sistem hormon. Stres psikis ibu membuat cortex adrenal hyperactive, sehingga penggetahan hydrocortisone tinggi.

2.5 Teratogen experimental

Bahan yang dapat menimbulkan teratogenesis secara experimental ialah: cortison, insulin, progesteron, thalidomide, azathiopurine, dan salicylate. Makin tinggi kadar teratogen makin parah teratogenesis. Jenis cacat yang terjadi tergantung kepada periode pertumbuhan mana teratogen menyerang atau diexpose. Contohnya sebagai berikut:

Jenis cacat

Umur embryo

Mencit/hari

Manusia/hari

Microphthalmia (mata kecil)

7 - 8

3 - 4

Micromelia (anggota kecil)

9 – 11

4 - 5

Jari tak sempurna

9 – 13

4 - 7

Sumbing

9 – 10

6 - 7

Teratogen experimental pada dasarnya bekerja terhadap salah satu atau beberapa proses atau sifat berikut: mutasi, aberasi, mitosis, suplai energi (ATP), enzim, tekanan osmosa, tabita unit membranas, dan substrat.

BAB III

HASIL PENGAMATAN

3.1 Jenis Kasus

Penderita cacat bawaan polydactyly (Kelebihan pertumbuhan pada jari tangan).

3.2 Lokasi Dan Waktu Pengamatan

a. Lokasi: Kelurahan Huangobotu, Kecamatan Dungingi Kota Gorontalo.

b. Waktu: Pengamatan ini dilaksanakan pada tanggal 23 Desember 2008.

3.3 Identitas Penderita Kelainan

DSC00807.JPGNama : Ilham

Umur : 7 Tahun

Nama orang tua

- Ayah : Reflyn Abdullah

- Ibu : Sopyan Hasan

Alamat : Kelurahan Huangobotu, Kecamatan

Dungingi Kota Gorontalo.

3.4 Deskripsi Kehidupan Penderita Kelainan

Ilham adalah anak ke-2 dari pasangan suami-istri Reflyn Abdullah Dan Sopyan Hasan, lahir pada 9 Januari 2003. Saat ini Ilham telah berumur 7 tahun dan telah duduk di bangku kelas satu Sekolah Dasar. Sejak lahir Ilham telah menderita kelainan bawaan polydactyly yaitu berupa kelainan kelebihan pertumbuhan pada jari tangannya.

Kelainan yang dialami oleh Ilham merupakan kelainan yang telah terjadi semasa masih dalam kandungan ibunya. Dalam wawancara yang saya lakuan kepada kedua orang tua Ilham, mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui secara pasti apa penyebab dari kelainan anak mereka. Akan tetapi mereka hanya bisa memprediksikan bahwa, kelainan atau cacat yang diderita oleh Ilham terjadi karena semasa dalam kandungan ibu Ilham banyak mengkonsumsi jamu dan obat-obatan tanpa resep dari Dokter, hal ini mengingat kehidupan ekonomi keluarga Pak Reflyn Abdullah sangat terbatas yang tidak mampu untuk berkonsultasi ke Dokter, selain itu juga adanya faktor aktivitas dari ibu Ilham waktu mengandung 2-4 bulan masih bekerja keras yang mengakibatkan waktu untuk istrahat kurang.

Meski demikian pengakuan kedua orang tua Ilhan, dari pengamatan yang saya lakukan ada faktor lain yang mungkin penyebab adanya kelainan pada anak mereka, yaitu adanya kebiasaan merokok ibu kandung Ilham. Kebiasaan merokok ini telah lama dilakukannya yaitu sejak masih usia remaja hingga saat ini tidak pernah berhenti, hingga semasa hamilpun.

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Penggunaan Obat Dalam Kehamilan

Pemakaian obat pada wanita hamil dapat menimbulkan masalah bukan saja akibat reaksi obat yang tidak diharapkan pada ibu, akan tetapi fetus juga harus dipertimbangkan sebagai target potensial. Tipe reaksi yang timbul pada fetus bergantung pada tahap perkembangan pada saat pemaparan obat yang bersangkutan. Ada 4 tahap utama gestasi pada manusia yaitu :

1. Preimplantasi yang berlangsung 12 hari sejak konsepsi sampai implantasi.

2. Organogenesis selama hari ke-13 sampai ke-56 kehamilan.

3. Triwulan kedua dan ketiga-perkembangan fungsional dan pertumbuhan nyata terjadi pada gigi, sistem syaraf pusat, endokrin, genital dan sistem imun. .

4. Tahap kelahiran yang relatif singkat yang mengakhiri kemungkinan pengaruh pemakaian obat ibu pada fetus.

Obat dapat memberikan dampak utama pada sistem saraf pusat janin yang sedang berkembang. Dua mekanisme yang penting adalah efek teratogenik dan timbulnya adiksi pasif yaitu sifat ketergantungan fisik yang timbul pada janin akibat pemaparan obat melalui ibunya. Teratogenik berasal dari bahasa Yunani yang berarti menghasilkan monster, lebih tepat disebut dismorfogenik. Obat dapat menimbulkan respon teratogen bila diberikan selama periode organogenesis yang berlangsung dari hari ke-13 sampai hari ke-56 masa kehamilan. Pemaparan lebih dini dapat memberikan efek embriosida (membunuh embrio). Pemaparan fetus terhadap obat terjadi karena obat melewati jalur plasenta ibu-fetus. Suatu bahan teratogen tunggal dapat menimbulkan berbagai malformasi dan suatu malformasi tunggal dapat diinduksi oleh sejumlah teratogen. Gangguan yang terkenal adalah akibat thalidomid; 10--40% ibu hamil yang memakainya selama masa kritis kehamilan melahirkan bayi cacad. Sesungguhnya hanya se-jumlah kecil obat yang secara pasti menyebabkan deformitas fetus bila diberikan pada ibu hamil.

Secara eksperimental, beratus-ratus bahan dismorfogenik telah ditemukan di antaranya:

1. Faktor fisika seperti sinar X dan anoksia.

2. Infeksi virus seperti rubella, varicella dan cytomegalovirus.

3. Endotoksin.

4. Sejumlah besar bahan kimia seperti racun, bahan kimia

5. industri, pertanian dan berbagai obat.

Beberapa dari senyawa-senyawa kimia ini toksisitasnya rendah, misalnya hormon, tetapi ada juga yang lebih toksis seperti obat sitotoksik dan antineoplasma. Meskipun ditemukan berbagai dismorfogen pada hewan, hanya pada beberapa kasus saja terbukti memberikan efek toksik pada embrio manusia. Berbagai mekanisme mengatur perkembangan prenatal manusia dan obat hanya merupakan satu dari sejumlah faktor yang terlibat dalam etiologi suatu kelainan bawaan tertentu. Tahap kehamilan saat obat mungkin memberikan efek dismorfogenik

Sebelum periode implantasi, blastosis bebas dalam rahim dan memperoleh nutrisi dari sekret rahim; pada tahap ini tidak terbukti adanya zat-zat eksogen yang dapat menyebabkan kelainan bawaan. Setelah implantasi, mulai masa kritis. Pada tahap dini mungkin embrio mati atau ada induksi malformasi mayor, sedangkan malformasi minor terjadi pada tahap lebih lanjut. Oleh karena itu pada tahap embrionik (56 hari pertama) bahaya serius mungkin, timbul, tetapi justru pada akhir masa ini si ibu baru sadar bahwa ia hamil.

Setelah 8 minggu, mulai periode fetal di mana diferensiasi organ utama telah terjadi tetapi diferensiasi genital ekstern, perkembangan susunan saraf pusat dan penutupan palate sedang berlangsung. Selama masa ini obat dapat menyebabkan kelainan otak, gangguan penutupan palate atau pseudohemaphroditisme. Obat mungkin memberikan efek langsung pada janin (thalidomid) atau mungkin dapat mengubah metabolisme Cermin Dunia Kedokteran No. 65, 1990 34 ibu (misalnya obat-obat hipoglikemik). Banyak obat atau metabolitnya dapat menembus plasenta, tetapi hati janin masih belum mempunyai banyak enzim seperti pada ibunya. Hal ini mungkin menyebabkan zat-zat tertentu berdifusi kembali dalam bentuk tetap ke dalam sirkulasi ibu. Hams diingat bahwa tidak hanya obat yang dapat mempengaruhi janin, tetapi juga minum alkohol berlebih, infeksi (khususnya virus), gangguan metabolisme dan status nutrisi. Pemakaian vitamin A berlebih selama hamil dapat menyebabkan kelainan fetus. Belum ada bukti bahwa obat pada pria dapat menyebabkan kelainan fetus, tetapi ada sejumlah bahan seperti senyawa alkilasi dan nitroffirantoin yang dapat mengganggu fertilitas pria.

Tidak semua reaksi obat tidak diharapkan yang terjadi selama dua triwulan terakhir kehamilan bersifat teratogen. Susunan genetik dan kepekaan individual dalam hal ini kurang penting dibandingkan dengan sifat obat, dosis dan lama pemakaian obat. Misalnya penggunaan jangka panjang dan berlebih obat-obat golongan opiat, barbiturat, benzodiazepin dan hipnotik lainnya selama kehamilan sampai pada saat melahirkan dapat menyebabkan ketergantungan pada ibu dan dapat menyebabkan sindrom withdrawal pada bayi. Demikian pula pemakaian hampir semua anti depresan dalam dosis tinggi selama proses kelahiran akan mengganggu pernafasan bayi waktu lahir.

Kerja dismorfogen pada fetus bergantung pada tiga kondisi utama yaitu :

a. Tahap perkembangan embrio : blastogenesis, embrio genesis dan fetogenesis

Sesaat sebelum implantasi, embrio mengalami transformasi cepat dan penting. Pada akhir minggu ke dua embrio berubah menjadi struktur berbentuk daun tri laminar, dalam minggu ke tiga lubang-lubang saraf timbul serta bakal jantung telah tampak. Setelah itu neurophore tertutup dan pada minggu ke empat optic cup mulai dapat dibedakan; pada saat yang sama terjadi diferensiasi saluran penceranan dan lain-lainnya. Urut-urutan kejadian embrionik menunjukkan bahwa tiap organ dan sistem mengalami masa krisis diferensiasi pada saat tertentu dalam perkembangan prenatal dan selama masa krisis inilah kepekaan embrio paling besar, sehingga mungkin dapat terjadi kematian fetus. Bila dosis obat ada di atas ambang minimal teratogen mungkin terbentuk kelainan bawaan.

Periode fetogenesis mulai pada akhir minggu ke-8 kehamilan; yang penting dalam mass ini adalah penutupan lengkapplate, reduksi hernia umbilikus pada akhir minggu ke-9, diferensiasi genital eksterna dan histogenesis sistem saraf pusat yang berlangsung selama periode perkembangan intra uterin dan barn selesai beberapa bulan setelah lahir. Karena itu selama periode fetal bahan dismorfogenik tidak menyebabkan kelainan morfologis tetapi dapat mengganggu diferensiasi genital eksterna dan berbagai perubahan tingkah laku atau gangguan perkembangan mental dalam kehidupan post natal.

b. Kepekaan genetik embrio.

Ada interaksi tetap antra gen-gen dan bahan-bahan eksigen. Perbedaan reaksi terhadap bahan yang berbahaya antara individu, strain-strain hewan dan spesies disebabkan oleh kekhususan biokimia yang berhubungan dengan gen-gen. Misalnya kepekaan tinggi embrio terhadap kortikosteroid yang menyebabkan cleft palate mungkin disebabkan oleh perbedaan-perbedaan metabolik antara mencit dan spesies lain dalam hal kecepatan absorpsi atau degradasi hormon tersebut.

c. Status fisiologis dan patologis ibu.

Faktor biologis ibu yang menentukan antara lain usia, diet, kondisi lokal rahim, keseimbangan hormonal dan kondisi lingkungan. Percobaan menunjukkan bahwa risiko malformasi dan kematian post natal lebih tinggi pada ibu-ibu muda atau pada usia yang terlalu tua. Defisiensi atau kelebihan nutrisi dapat mempengaruhi ekspresi gen dan mendukung efek-efek berbahaya obat dengan akibat yang ireversibel. Kelebihan vitamin D bersifat dismorfogen di samping dapat menyebabkan hiperkalsemia. Kebutuhan nutrisi sangat meningkat pada kehamilan, tak hanya zat-zat organik dan beberapa vitamin, tetapi juga terhadap unsur-unsur anorganik tertentu. Pada manusia kekurangan Fe sering terjadi dan defisiensi folat jauh lebih jarang ditemukan. Pada ibu hamil yang kurang Ca rangka dan gigi anak yang lahir mungkin tidak sempurna. Meskipun peranan tepat vitamin terhadap reproduksi manusia belum jelas tetapi kelihatannya ibu hamil perlu mendapat sejumlah cukup vitamin essensial dalam makanan karena senyawa-senyawa ini terlibat dalam proses metabolisme dasar termasuk sintesa protein.

Pada manusia status fisiologis ibu tidak hanya bergantung pada makanannya, tetapi juga pada status sosial, ekonomi, iklim dan variasi musim. Sebagian besar kelainan pada kelompok sosial ekonomi rendah terjadi biasanya karena malnutrisi, alkoholisme dan penyakit kronis. Faktor patologis seperti penyakit metabolik atau penyakit kronis tertentu dapat meningkatkan efek toksis obat dan frekuensi kerusakan fetus. Disposisi obat antara ibu dan janin dapat dimodifikasi oleh berbagai penyakit seperti diabetes mel-litus, hipertensi dan lain-lain.

4.2 Pengaruh Merokok Terhadap Wanita Hamil

Kebiasaan merokok pada wanita hamil dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan pada janin dan sering juga menyebabkan abortus spontan dan kematian janin prenatal, bahkan dapat menimbulkan meromelia. Sekalipun telah diperingatkan bahwa rokok bisa merusak perkembangan janin, masih ada 25% wanita tetap merokok selama kehamilannya. Pada perokok berat (20 batang atau lebih perhari), dapat menyebabkan kelahiran prematur dua kali lebih sering dibanding dengan ibu-ibu yang tidak merokok, dan bayinya memiliki berat badan rendah (kurang dari 2000 gram), yang sering merupakan penyebab utama kematian bayi. Dilaporkan pula bahwa pada suatu studi case-control didapatkan peninggian insidens kelainan jantung dan lengan pada bayi yang kedua ibu bapaknya perokok.

Nikotin dapat menyebabkan kontriksi arteri uterina yang menyebabkan penurunan aliran darah ke dalam uterus, menyebabkan suplay oxigen dan nutrisi ke dalam janin terganggu yang dapat berakibat merusak pertumbuhan sel dan dapat menyebabkan gangguan perkembangan mental. Tingginya zat carboxy-hemoglobin di dalam darah akibat rokok, dapat mengganggu transport oxygen sehingga dapat terjadi hypoxia yang dapat merusak perkembangan dan pertumbuhan janin. Kuroki dalam tulisannya menyatakan bahwa 1,34% dari wanita perokok melahirkan bayi cacat dengan kelainan berupa: polydactili, talipes, kelainan anorectal, kelainan gigi dan macrognatia.

Dari gambaran kasus teratogen di atas dapat dijelaskan bahwa kelainan tersebut terjadi karena pengaruh konsumsi obat-obatan yang tidak sesuai terhadap kondisi janin serta adanya kebiasaan merokok waktu hamil, sehingga kedua faktor ini secara bersamaan dapat memicu kepekaan genetik embrio, dimana ada interaksi tetap antara gen-gen dan bahan-bahan oksigen. Perbedaan reaksi terhadap bahan yang berbahaya disebabkan oleh kekhususan biokimia yang berhubungan dengan gen-gen.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimulkan bahwa kelainan atau cacat bawaan berupa kelebihan pertumbuhan pada jari tangan atau Polydactyly, disebabkan oleh adanya faktor genetik dan lingkungan yang secara bersamaan menjadi teratogen pada proses pertumbuhan dan perkembangan anggota tubuh tersebut.

Cacat lahir sering juga disebut malformasi kongenital atau anomali kongenital adalah istilah yang digunakan untuk menerangkan kelainan struktur, perilaku, faal, dan kelainan metabolik yang ditemukan pada waktu lahir. Ilmu pengetahuan yang mempelajari sebab-sebab dan mekanisme terjadinya kelainan ini adalah Teratology.

Secara umum penyebab cacat fisik pada janin cukup beragam yang sebagian dapat kita cegah misalkan sbb:

a. Rokok, alkohol, narkotika

Beberapa zat berbahaya seperti rokok, alkohol atau narkotika dipastikan bisa berdampak tidak baik bagi janin. Berbagai penelitian menunjukkan, rokok dan alkohol bisa mengakibatkan keguguran, bayi lahir dengan berat lahir rendah, lahir prematur, cacat, maupun lahir dalam keadaan sudah tak bernyawa. Yang sering terabaikan adalah ibu sebagai perokok pasif. Oleh karenanya rumah maupun kantor ibu juga harus bebas dari asap rokok.

b. Obat-obatan

Mengonsumsi obat-obatan juga tidak boleh sembarangan karena kandungannya mungkin saja membahayakan kehamilan. Beberapa jenis obat dan jejamuan yang diminum wanita hamil pada trimester pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada janin. Inilah alas an mengapa selama kehamilan, khususnya trimester pertama, ibu hamil amat dianjurkan untuk menghindari pemakaian obat-obatan tanpa berkonsultasi terlebih dulu dengan dokter kebidanan dan kandungan yang menanganinya.

c. Faktor usia

Semakin tua usia ibu hamil, semakin banyak komplikasi penyakit yang mungkin diderita. Di antaranya semakin tinggi risiko melahirkan bayi dengan Down Syndrome (DS).

d. Faktor hormonal

Faktor hormonal diduga memiliki keterkaitan dengan kejadian kelainan kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroid maupun ibu penderita diabetes melitus lebih besar peluangnya mengalami gangguan pertumbuhan dibandingkan bayi yang dilahirkan oleh ibu tanpa gangguan hormonal.

e. Faktor gizi

Pada hewan percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan dapat menimbulkan kelainan kongenital. Pada manusia, penelitian menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan zat-zat tertentu lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir dari ibu yang status gizinya baik. Kekurangan asam folat dan seng/zinc, contohnya, akan menyebabkan bibir bayi sumbing.

f. Paparan zat kimia dan radiasi

Makanan atau apa saja yang masuk ke tubuh seorang ibu hamil akan menemukan jalan menuju janin yang sedang tumbuh dalam kandungan. Dengan demikian harus diperhatikan zat-zat kimia pada makanan dan lainnya yang dapat mengancam kehamilan. Hindari mengonsumsi atau menggunakan bahan-bahan yang memungkinkan ibu terpapar bahan-bahan kimia seperti obat makanan (daging, ikan, sayur, buah dalam kaleng dengan pengawet dan pewarna), antihama/insektisida, cat rambut, make up wajah dengan merkuri dan timbal, uap pernis dan cat.

g. Faktor infeksi

Infeksi yang terjadi terutama pada trimester pertama disamping dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat pula meningkatkan risiko keguguran. Contohnya, infeksi virus rubella dapat menyebabkan bayi menderita katarak, mengalami kelainan pada sistem pendengaran, dan kelainan jantung bawaan. Beberapa infeksi lain yang dapat menimbulkan kelainan kongenital antara lain infeksi virus sitomegalovirus dan toksoplasmosis. Jika sampai mengganggu pertumbuhan pada sistem saraf pusat maka dapat menyebabkan hidrosefalus (lingkar kepala membesar akibat timbunan cairan) atau mikrosefalus (lingkar kepala terlalu kecil atau dikenal dengan istilah mikroftalmia).

h. Kelainan genetik/kromosom

Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan memberi kontribusi yang tidak kecil pada kelainan kongenital anak mereka. Kemajuan teknologi kedokteran memungkinkan pemeriksaan adanya kelainan kromosom selagi masih berbentuk janin. Contohnya, kelainan kromosom trisomi 21 yang terwujud sebagai sindroma Down (mongolism) ataupun kelainan pada kromosom kelamin yakni sindroma Turner.

i. Radiasi

Paparan radiasi sinar X dan radiasi nuklir terutama pada awal kehamilan diduga kuat dapat menimbulkan kelainan kongenital. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar dikhawatirkan akan mengakibatkan mutasi pada gen dan menyebabkan kelainan. Itulah mengapa radiasi untuk keperluan diagnostik atau pengobatan sekalipun sebaiknya dihindari semasa kehamilan, khususnya kehamilan trimester pertama.

j. Faktor-faktor lain

Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Kondisi janin dan faktor lingkungan hidup dalam rahim juga diduga dapat menjadi faktor penyebab. Di antaranya masalah hipoksia, hipotermia, ataupun hipertermia. Ada kalanya suatu kelainan kongenital belum terlihat pada waktu lahir, dan baru ditemukan beberapa waktu kemudian. Bila ditemukan dua atau lebih kelainan kongenital minor, sangat mungkin akan ditemukan kelainan kongenital mayor di tempat lain. Angka kejadian kelainan kongenital berkisar 15 per 1.000 kelahiran.

Cara mencegah cacat fisik pada janin:

Selain berusaha menghindari berbagai faktor penyebab, ada baiknya calon ibu juga melakukan langkah pencegahan ini:

a. Mengonsumsi asam folat

Kekurangan suplementasi asam folat bisa menyebabkan kelainan tabung saraf (neural tube defects) pada bayi. Karena itu, sebaiknya asam folat dikonsumsi beberapa bulan sebelum kehamilan. Namun tidak terlambat juga jika suplemen baru dikonsumsi di minggu-minggu pertama kehamilan. Asam folat alami bisa didapat dari sayuran berwarna hijau tua, buah-buahan, kacang-kacangan, dan biji-bijian. Namun berhubung kebutuhan pada masa kehamilan cukup tinggi, ibu dianjurkan menelan suplemen asam folat setiap hari.

b. Konseling genetik

Bila silsilah keluarga memper-lihatkan ada keluarga langsung yang memiliki riwayat kehamilan dengan kelainan kongenital sebaiknya segera lakukan konseling genetik sebelum merencanakan kehamilan. Ingat, kecacatan bisa diturunkan secara genetik.

c. Pola hidup sehat

Upayakan untuk menerapkan pola hidup sehat. Hentikan merokok dan hindari asap rokok maupun zat-zat berbahaya lainnya demi tumbuh-kembang janin. Konsumsilah hanya makanan yang betul-betul sehat. Hindari daging merah mentah atau setengah matang, seperti sate, steik, dan sejenisnya karena kuman penyakit bisa saja masih hidup di dalamnya. Jika ibu suka lalap mentah, cucilah dulu hingga bersih dengan air mengalir. Menu sushi atau sashimi tidak dilarang tetapi harus terjamin kesegaran dan kebersihannya.

d. Tidak sembarangan minum obat

Konsultasikan dengan dokter bila membutuhkan terapi obat-obatan.

e. Jalani pengobatan

Bila terdeteksi ada toksoplasma atau lainnya, segera jalani pengobatan semestinya secara tuntas agar kehamilan berjalan lancar dan bayi terlahir sehat serta sempurna.

5.2 Saran

Fase embryonik merupakan fase pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup yang sangat peka akan hadirnya teratogen yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tersebut, hal ini karena ada faktor-faktor yang memicu munculnya teratogen tersebut, untuk mengatasi tidak munculnya teratogen semasa fase pertumbuhan dan perkembangan janin diharapkan kepada sewaktu ibu-ibu hamil agar memperhatikan faktor-faktor tersebut.

Saya yakin dan percaya makalah ini masih banyak kesalahan dan kekurangan, untuk itu masukan atau saran dari yang membaca makalah ini sangat diharapkan untuk kesempurnaan dari makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini bisa bermanfaat untuk kita semua amin.

DAFTAR PUSTAKA

Volpe JJ. Neurology of th Newborn, 2nd ed., Philadelphia: WB Saunders Company, 1987;hal.664-91.

Girwood RH. Clinical Pharmacology, 25thed., Londong: Bailliere Tindall, 1984; Hal. 561-5.

Avery GS. Drug Treatment, 2nd ed., Sydney, New York: Adis Press, 1980; hal. 65, 86-7.

American Medical Association, AMA Drug Evaluations, 5th ed., Philadelphia: WB Saunders Company, 1983;hal.31-42.

Osol. A. Remington's Pharmaceutical Sciences, Pennsylvania:Mack Publishing Co., 1980;hal. 1278.

Tropical Disease Research Foundation, Inc. Guidelines on Anti-microbial Therapy, 1st ed.,Manila, 1988;hal 88-9.

Lampiran: